Jelang Nuzulul Qur’an, Momen Kembali Aktualisasikan Nilai Kitabullah

 http://lenteraiman.com/
Ramadhan bukan hanya bulan penuh berkah di mana umat Muslim menunaikan salah satu rukun Islam yakni ibadah puasa. Lebih dari itu, Ramadhan juga diyakini sebagai bulan turunnya ayat Al-Qur’an yang pertama kepada Rasulullah SAW di Gua Hiro sehingga pada momen tertentu umat Muslim memperingatinya sebagai malam Nuzulul Qur’an. Tradisi peringatan Nuzulul Qur’an dapat dijumpai di berbagai komunitas Muslim di seluruh dunia. Pada Ramadhan 1436 H di tahun ini, menjelang malam Nuzulul Qur’an, umat Muslim kembali diajak untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Sebab tidak bisa dipungkiri, aktualisasi nilai Al-Qur’an merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
“Sejarah turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadhan erat kaitannya dengan peran Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diyakini menjadi pedoman hidup umat Muslim di seluruh dunia sejak zaman Nabi hingga kini. Allah SWT pun memperjelas peran Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk dan penjelas agar manusia mau berpikir”, ungkap Wakil Dekan FIAI UII, Dra. Sri Haningsih, M.Ag ketika berbincang dengan Humas UII di ruang kerjanya, Rabu (1/7). Oleh karena mengingat pentingnya peristiwa tersebut, sebagian umat Muslim kemudian mengadakan acara-acara khusus untuk kembali memperingatinya.
“Sayangnya karena ini menjadi acara tahunan, tidak sedikit peringatan malam Nuzulul Qur’an hanya menjadi seremonial yang cenderung kurang dalam menggali dan merefleksikan nilai-nilai penting di dalamnya”, ujar Sri Haningsih. Menurut dosen Prodi PAI UII ini, sudah semestinya umat Muslim kembali menghidupkan intisari peringatan Nuzulul Qur’an dengan penuh penghayatan dan muhasabah diri. Dengan cara ini diharapkan umat dapat kembali merasakan ruh kerinduan terhadap Al-Qur’an itu sendiri.
Selain itu hal lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana cara merefleksikan nilai Al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Sebab jika kita meyakini bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, sudah semestinya kitab ini mampu menjawab berbagai tantangan kehidupan yang semakin kompleks di dunia modern ini.
“Kuncinya terletak pada penerapan metode pemahaman dan penafsiran Al-Qur’an yang sesuai dengan tuntunan Islam. Untuk memahami hal itu kita dituntut untuk terus belajar di samping memahaminya secara komprehensif”, imbuh Sri Haningsih. Pemahaman dan penafsiran Al-Qur’an yang baik senantiasa merujuk pada hadist, ijma, dan qiyas di samping pengembangan tafsir kontemporer yang kini mulai dikaji. Sebab tanpa prasyarat tersebut, akan muncul pemahaman Al-Qur’an yang sifatnya parsial.
“Sementara pemahaman secara parsial tidak sesuai dengan tuntunan Islam karena ayat Al-Qur’an cenderung dipilih-pilih yang mana yang sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan golongannya. Ini yang perlu kita hindari”, pungkasnya.