Magic Stirrer, Karya Mahasiswa Prodi Kimia Untuk Meningkatkan Produktivitas Petani Bunga Melati
Bunga melati merupakan salah satu tanaman hasil dari tanah perairan, khususnya daerah pantai seperti di daerah Pasuruan, Pamekasan, Banyumas, Pemalang dan Tegal. Bunga melati dapat dibuat menjadi minyak atsiri dari bunga bungaan yang secara nilai ekonomi sangat menjanjikan. Saat ini harga minyak atsiri dari bunga melati absolut mencapai 60 juta per liter. Namun demikian, sampai saat ini pemanfaatan bunga melati dinilai masih kurang maksimal disebabkan masih rendahnya kemampuan produksi para petani melati.
Adalah Titis Arini Afiati, Lusi Sofia dan Septian Perwira yang merupakan Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) yang telah berhasil melakukan inovasi dengan membuat sebuah alat yang berguna memudahkan masyarakat khususnya petani melati dalam meningkatkan hasil produksi dari tanaman bunga melati.
Alat yang diberi nama Magic Stirrer tersebut merupakan alat untuk memudahkan pelaku usaha minyak atsiri dengan segala keefektifan dan keefisienannya. “Ini adalah peluang. Meski kebutuhan akan produk dari bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, namun produksi bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati pasar dunia.” Papar Titis yang merupakan ketua tim penemu alat tersebut.
Adalah Titis Arini Afiati, Lusi Sofia dan Septian Perwira yang merupakan Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) yang telah berhasil melakukan inovasi dengan membuat sebuah alat yang berguna memudahkan masyarakat khususnya petani melati dalam meningkatkan hasil produksi dari tanaman bunga melati.
Alat yang diberi nama Magic Stirrer tersebut merupakan alat untuk memudahkan pelaku usaha minyak atsiri dengan segala keefektifan dan keefisienannya. “Ini adalah peluang. Meski kebutuhan akan produk dari bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, namun produksi bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati pasar dunia.” Papar Titis yang merupakan ketua tim penemu alat tersebut.
Mereka Menyatakan bahwa Magic Stirrer memiliki beberapa kelebihan seperti waktu produksi yang lebih singkat dan tidak rumit sehingga tidak harus memiliki keahlian khusus untuk mengoperasikannya. “Magic stirrer banyak memiliki kelebihan diantaranya randomen yang dihasilkan lebih tinggi dari teknik sebelumnya, waktu ekstraksi minyak lebih singkat, penggunaan bahan baku yang sedikit dan tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pengoperasian alat tersebut” Ungkap Titis.
Pada teknik sebelumnya yaitu enfleurasi atau penyerapan minyak oleh lemak, para pelaku usaha minyak atsiri diharuskan selalu mengganti bahan baku setiap harinya, hal ini akan sangat merepotkan karena mengurangi keefektifan waktu dan tenaga yang digunakan. Untuk itulah perlu dilakukan penggantian teknik, yaitu dengan menggunakan“magic stirrer” yang berbasis metode ekstraksi.
Mereka menjelaskan, komponen utama alatnya terdiri dari tabung kaca berukuran 5 kg sebagai tempat melati, motor pengaduk yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan dan timer, serta kerangka besi sebagai penyangga. “Cara penggunaan alat ini pun cukup sederhana yakni bunga melati yang sudah bersih dari tangkainya ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tabung kaca, selanjutnya ditambahkan pelarut n-heksana dengan perbandingan 1:3 lalu dihubungkan dengan sumber listrik, diatur kecepatan putaran dan waktu ekstraksi (±5 jam). Pada waktu yang telah ditentukan, alat tersebut akan berhenti secara otomatis dan campuran minyak dan pelarut dapat langsung dihasilkan, para pelaku usaha tinggal menguapkan pelarutnya dengan evaporasi.” Papar Septian.
Bersama Riyanto, Ph.D.,sebagai dosen pembimbing, saat ini mereka terus mengembangkan alat ekstraksi minyak melati tepat guna tersebut khususnya ditujukan kepada pelaku usaha minyak atsiri skala kecil dan menengah di Semarang. “Ini peluang yang perlu dimanfaatkan dengan baik karena potensi sumber daya lahan yang luas dan agroekologinya cocok untuk tani melati. Oleh karenanya, usaha tersebut selayaknya mendapat perhatian serius agar terus berkembang dan menghidupkan ekonomi lokal khususnya wilayah penghasil melati.” Ujar anggota tim lainnya, Lusi Sofia.
Pada teknik sebelumnya yaitu enfleurasi atau penyerapan minyak oleh lemak, para pelaku usaha minyak atsiri diharuskan selalu mengganti bahan baku setiap harinya, hal ini akan sangat merepotkan karena mengurangi keefektifan waktu dan tenaga yang digunakan. Untuk itulah perlu dilakukan penggantian teknik, yaitu dengan menggunakan“magic stirrer” yang berbasis metode ekstraksi.
Mereka menjelaskan, komponen utama alatnya terdiri dari tabung kaca berukuran 5 kg sebagai tempat melati, motor pengaduk yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan dan timer, serta kerangka besi sebagai penyangga. “Cara penggunaan alat ini pun cukup sederhana yakni bunga melati yang sudah bersih dari tangkainya ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tabung kaca, selanjutnya ditambahkan pelarut n-heksana dengan perbandingan 1:3 lalu dihubungkan dengan sumber listrik, diatur kecepatan putaran dan waktu ekstraksi (±5 jam). Pada waktu yang telah ditentukan, alat tersebut akan berhenti secara otomatis dan campuran minyak dan pelarut dapat langsung dihasilkan, para pelaku usaha tinggal menguapkan pelarutnya dengan evaporasi.” Papar Septian.
Bersama Riyanto, Ph.D.,sebagai dosen pembimbing, saat ini mereka terus mengembangkan alat ekstraksi minyak melati tepat guna tersebut khususnya ditujukan kepada pelaku usaha minyak atsiri skala kecil dan menengah di Semarang. “Ini peluang yang perlu dimanfaatkan dengan baik karena potensi sumber daya lahan yang luas dan agroekologinya cocok untuk tani melati. Oleh karenanya, usaha tersebut selayaknya mendapat perhatian serius agar terus berkembang dan menghidupkan ekonomi lokal khususnya wilayah penghasil melati.” Ujar anggota tim lainnya, Lusi Sofia.