Teknik Komputasi baru dapat memprediksi efek samping obat
Kata Kunci: bioinformatika, efek samping obat, Protein Data Bank, struktur tiga dimensi protein, terapetik
{mosimage}komputer-farmasiPada 13 Desember 2007, dilaporkan bahwa identifikasi awal dari efek samping buruk obat sebelum diuji pada manusia adalah sangat penting dalam mengembangkan terapi baru, karena efek samping yang tidak diharapkan menyebabkan sepertiga dari kegagalan proses pengembangan obat. Sekarang, peneliti pada Universitas California, San Diego (UCSD) telah mengembangkan teknik baru dengan menggunakan modeling komputer untuk mengidentifikasi efek samping potensial dari obat, dan telah menggunakan teknik itu untuk mempelajari kelas obat tertentu, yang termasuk didalamnya adalah tamoxifen, obat yang sering diresepkan pada perawatan kanker payudara. Kajian mereka tersedia di jurnal Plos Komputasi Biologi.
Metode uji konvensional menapiskan senyawa pada studi binatang, sebelum uji pada manusia, dengan harapan dapat menemukan efek samping dari terapetik yang menjanjikan. Tim UCSD, yang dipimpin oleh Philip Bourne, Profesor Farmakologi pada Sekolah Farmasi dan ilmu farmasetika UCSD dan Lei Xie PhD dari Pusat Komputer Super San Diego UCSD, mereka menggunakan tenaga dari model komputer untuk menapiskan molekul obat tertentu menggunakan database yang tersedia untuk seluruh dunia. Database tersebut adalah Protein Data Bank (PDB), yang didalamnya terdapat entri dari ribuan struktur tiga dimensi protein.
Metode uji konvensional menapiskan senyawa pada studi binatang, sebelum uji pada manusia, dengan harapan dapat menemukan efek samping dari terapetik yang menjanjikan. Tim UCSD, yang dipimpin oleh Philip Bourne, Profesor Farmakologi pada Sekolah Farmasi dan ilmu farmasetika UCSD dan Lei Xie PhD dari Pusat Komputer Super San Diego UCSD, mereka menggunakan tenaga dari model komputer untuk menapiskan molekul obat tertentu menggunakan database yang tersedia untuk seluruh dunia. Database tersebut adalah Protein Data Bank (PDB), yang didalamnya terdapat entri dari ribuan struktur tiga dimensi protein.
Molekul obat didesain untuk mengikat pada protein target dalam rangka mendapatkan efek terapetik, namun jika molekul obat kecil yang berfungsi sebagai ‘kunci’ bertaut pada target protein lain yang memiliki situs pengikatan serupa, atau ‘lubang kunci’, maka efek samping bisa terjadi.
Dalam rangka mengidentifikasi protein yang bisa menjadi target tak diinginkan, peneliti USCD menggunakan molekul obat tunggal dan melihat bagaimana kemungkinan ia dapat mengikat pada semua protein yang disandikan oleh proteosom manusia. Dalam studi kasus yang sudah dipublikasikan, mereka menggunakan Select Estrogen Receptor Modulators (SERMs), kelas obat yang dimana tamoxifen termasuk didalamnya, untuk mengilustrasikan pendekatan baru tersebut.
‘Prosedur komputasi yang kami kembangkan dimulai dengan model tiga dimensi obat, dalam rangka menunjukkan struktur dari molekul obat yang terikat pada protein target, dalam hal ini SERM yang terikat pada reseptor estrogen,’ kata Bourne, yang adalah wakil direktur PDB. Kemudian, peneliti menggunakan analisis komputer untuk mencari situs pengikatan lain yang cocok dengan situs pengikatan obat. Seperti mencari lubang kunci lain, yang dapat dibuka oleh kunci yang sama.
Pada kajian ini, tim menemukan protein target SERMs yang belum teridentifikasi sebelumnya . Identifikasi pada situs pengikatan ini menjelaskan mengapa terjadi efek samping yang buruk, dan membuka peluang untuk memodifikasi obat supaya tetap mengikat pada target yang diinginkan, namun mengurangi afinitasnya pada situs sekunder.
“Jika obat memiliki efek sampingan buruk, kemungkinan besar obat tersebut mengikat pada molekul sekunder yang tidak diinginkan, dengan kata lain, kunci yang digunakan untuk bertaut dengan sasaran ternyata cocok untuk banyak lubang kunci,’ kata Bourne. Ia menjelaskan, bahwa dengan menggunakan teknik komputer ini untuk menemukan ‘lubang kunci’ lain akan menghasilkan salah satu dari tiga hal ini: Lubang kunci baru bisa jadi tidak menghasilkan efek apapun, lubang kunci tersebut dapat menjelaskan efek samping buruk dari obat, atau riset tersebut dapat saja menemukan efek terapetik baru, yang potensial untuk pengembangan obat yang ada.
Peneliti UCSD melanjutkan kajian mereka, yang menurut Bourne dapat diaplikasikan pada semua obat yang ada di pasaran, dimana struktur obat tersebut terikat pada reseptor PDB. Bourne menggaris bawahi, bahwa hasil dari pendekatan ini tetap harus diuji di laboratorium basah.
Jiang Wang dari program Bioinformatika UCSD juga berkontribusi pada studi ini melalui Plos. Penelitian ini didukung oleh National Institute of Health. Diadaptasi dari bahan yang diberikan oleh UCSD.
Dalam rangka mengidentifikasi protein yang bisa menjadi target tak diinginkan, peneliti USCD menggunakan molekul obat tunggal dan melihat bagaimana kemungkinan ia dapat mengikat pada semua protein yang disandikan oleh proteosom manusia. Dalam studi kasus yang sudah dipublikasikan, mereka menggunakan Select Estrogen Receptor Modulators (SERMs), kelas obat yang dimana tamoxifen termasuk didalamnya, untuk mengilustrasikan pendekatan baru tersebut.
‘Prosedur komputasi yang kami kembangkan dimulai dengan model tiga dimensi obat, dalam rangka menunjukkan struktur dari molekul obat yang terikat pada protein target, dalam hal ini SERM yang terikat pada reseptor estrogen,’ kata Bourne, yang adalah wakil direktur PDB. Kemudian, peneliti menggunakan analisis komputer untuk mencari situs pengikatan lain yang cocok dengan situs pengikatan obat. Seperti mencari lubang kunci lain, yang dapat dibuka oleh kunci yang sama.
Pada kajian ini, tim menemukan protein target SERMs yang belum teridentifikasi sebelumnya . Identifikasi pada situs pengikatan ini menjelaskan mengapa terjadi efek samping yang buruk, dan membuka peluang untuk memodifikasi obat supaya tetap mengikat pada target yang diinginkan, namun mengurangi afinitasnya pada situs sekunder.
“Jika obat memiliki efek sampingan buruk, kemungkinan besar obat tersebut mengikat pada molekul sekunder yang tidak diinginkan, dengan kata lain, kunci yang digunakan untuk bertaut dengan sasaran ternyata cocok untuk banyak lubang kunci,’ kata Bourne. Ia menjelaskan, bahwa dengan menggunakan teknik komputer ini untuk menemukan ‘lubang kunci’ lain akan menghasilkan salah satu dari tiga hal ini: Lubang kunci baru bisa jadi tidak menghasilkan efek apapun, lubang kunci tersebut dapat menjelaskan efek samping buruk dari obat, atau riset tersebut dapat saja menemukan efek terapetik baru, yang potensial untuk pengembangan obat yang ada.
Peneliti UCSD melanjutkan kajian mereka, yang menurut Bourne dapat diaplikasikan pada semua obat yang ada di pasaran, dimana struktur obat tersebut terikat pada reseptor PDB. Bourne menggaris bawahi, bahwa hasil dari pendekatan ini tetap harus diuji di laboratorium basah.
Jiang Wang dari program Bioinformatika UCSD juga berkontribusi pada studi ini melalui Plos. Penelitian ini didukung oleh National Institute of Health. Diadaptasi dari bahan yang diberikan oleh UCSD.
Diterjemahkan dari:
University of California – San Diego (2007, December 13). New Computational
Technique Can Predict Drug Side Effects. ScienceDaily. Retrieved April 28, 2009
Ditulis oleh: Arli Aditya Parikesit pada 13-05-2009