Kharis Pratama, dkk (Kimia 2012) : Teliti Produksi Biodisel dari Minyak Jelantah
Tingginya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia menjadi permasalahan yang belum terpecahkan. Konsumsi BBM terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indonesia yang dulunya dikenal sebagai negara produsen minyak kini justru beralih menjadi negara pengimpor minyak. Solusi untuk mengatasi hal ini yakni dengan mengenalkan bahan bakar alternatif.
Salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan adalah biodisel yang terbuat dari minyak nabati atau hewani. Namun siapa sangka jika biodisel dapat diciptakan dari minyak goreng habis pakai atau yang dikenal masyarakat sebagai minyak jelantah. Sebagaimana hasil penelitian sekelompok mahasiswa Prodi Kimia UII yang berhasil menciptakan biodisel dari minyak jelantah. Biodisel minyak jelantah karya mahasiswa Prodi Kimia UII ini juga diklaim memiliki kualitas tinggi karena kandungan airnya rendah (kurang dari 1%).
“Kami terpantik untuk meneliti hal ini karena Indonesia termasuk negara yang konsumsi minyak gorengnya tinggi. Hampir semua jenis makanan di sini pasti diproses dengan memakai minyak goreng. Dari situ bisa kita tahu jika banyak minyak jelantah sisa produksi yang dapat dimanfaatkan untuk membuat biodisel”, ungkap Kharis Pratama, mahasiswa Prodi Kimia UII. Kharis menyitir data, rata-rata konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia setiap tahunnya mencapai 5,5 juta ton, atau 24 persen dari total produksi minyak goreng sawit per tahun sebesar 23 juta ton.
Salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan adalah biodisel yang terbuat dari minyak nabati atau hewani. Namun siapa sangka jika biodisel dapat diciptakan dari minyak goreng habis pakai atau yang dikenal masyarakat sebagai minyak jelantah. Sebagaimana hasil penelitian sekelompok mahasiswa Prodi Kimia UII yang berhasil menciptakan biodisel dari minyak jelantah. Biodisel minyak jelantah karya mahasiswa Prodi Kimia UII ini juga diklaim memiliki kualitas tinggi karena kandungan airnya rendah (kurang dari 1%).
“Kami terpantik untuk meneliti hal ini karena Indonesia termasuk negara yang konsumsi minyak gorengnya tinggi. Hampir semua jenis makanan di sini pasti diproses dengan memakai minyak goreng. Dari situ bisa kita tahu jika banyak minyak jelantah sisa produksi yang dapat dimanfaatkan untuk membuat biodisel”, ungkap Kharis Pratama, mahasiswa Prodi Kimia UII. Kharis menyitir data, rata-rata konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia setiap tahunnya mencapai 5,5 juta ton, atau 24 persen dari total produksi minyak goreng sawit per tahun sebesar 23 juta ton.
Bersama empat orang rekannya, yakni Muhammad Idris, Yudi Antono, Jumardin Rua, dan Hikmat Ramdhani, ia kemudian mulai sibuk mencari metode yang tepat untuk memproses minyak jelantah menjadi biodisel. “Tidak mudah karena dengan metode yang biasa kendalanya biodisel masih memiliki kadar air yang tinggi sehingga kurang berkualitas”, ujarnya. Setelah berkonsultasi dengan dosen pembimbing barulah ia menemukan metode yang tepat, yakni dengan memanfaatkan reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak jelantah.
Proses konversi sendiri dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik (elektrolisis) ke dalam larutan minyak jelantah dengan variasi waktu tertentu. Elektroda atau batang logam yang digunakan untuk mengaliri listrik telah dilumuri dengan larutan khusus yang disebut kitosan gel.
“Reaksi transesterifikasi selama elektrolisis mengubah minyak jelantah ke dalam dua lapisan, yang berwarna coklat merupakan lapisan gliserol, sedangkan lapisan atas berwarna kuning keruh merupakan lapisan biodiesel”, tambahnya.
Tahap akhir dari proses ini yaitu mencuci lapisan biodisel dari residu hingga menghasilkan biodisel murni yang siap pakai. Kharis Pratama optimis jika proses penelitiannya akan membawa kontribusi positif dalam pengembangan bahan bakar alternatif di Indonesia.
Proses konversi sendiri dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik (elektrolisis) ke dalam larutan minyak jelantah dengan variasi waktu tertentu. Elektroda atau batang logam yang digunakan untuk mengaliri listrik telah dilumuri dengan larutan khusus yang disebut kitosan gel.
“Reaksi transesterifikasi selama elektrolisis mengubah minyak jelantah ke dalam dua lapisan, yang berwarna coklat merupakan lapisan gliserol, sedangkan lapisan atas berwarna kuning keruh merupakan lapisan biodiesel”, tambahnya.
Tahap akhir dari proses ini yaitu mencuci lapisan biodisel dari residu hingga menghasilkan biodisel murni yang siap pakai. Kharis Pratama optimis jika proses penelitiannya akan membawa kontribusi positif dalam pengembangan bahan bakar alternatif di Indonesia.