Kata Kunci: Sinar Tampak, sumber radiasi, Instrumen UV, Spektrofotometer UV, Visual Colorimetri
 Metode analisa kuantitatip didasarkan pada absorpsi radiasi oleh suatu unsur yang mengabsorpsi dan melibatkan pengukuran intensitas cahaya atau kekuatan radiasi.Kita sekarang mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi kekuatan radiasi dari cahaya yang dipancarkan melalui media absorsi.
Adapun Prosedur Sederhana Pemakaian Spektrofotometer UV-Vis sebagai berikut:
1. Sampel dilarutkan dalam pelarut
2. Sampel dimasukkan dalam kuvet
3. Dalam keadaan tertutup, atur T = 0% (dalam beberapa instrumen, ini disebut 0%T. Dark current control)
4. Dalam keadaan terbuka, atur T = 100% (A=0). Gunakan cell penuh dengan pelarut murni
5. Masukkan sampel dan ukur %T (atau A)

Pengaruh cell window pada nilai A

Pada cell windows yang mengkilap, kira-kira 2% dari radiasi yang masuk akan hilang oleh pantulan dan pembiasan pada setiap permukaan, maka kuvet kosong akan mengurangi P0 dari 100% mendekati 94%. Oleh karena itu untuk mengganti kehilangan tersebut perlu mengatur 100% T ( A= 0) dengan menggunakan cell yang sama dipenuhi pelarut murni.

Fitur Instrumen single beam

1. biaya rendah
2. tujuan dasar untuk mengukur A, %T atau C pada panjang gelombang terpisah
3. 100% T (0A) harus diatur pada setiap panjang gelombang
4. Tidak dapat digunakan untuk meneliti spektra

Fitur Instrumen double beam

1. Digunakan untuk meneliti spektra pada panjang gelombang lebih tinggi (190-800nm)
2. Dapatmenghasilkan spektra A vs ?, %T vs ?, atau spektra derivatif 1st, 2nd , 3rd, 4th .
3. Dapat digunakan untuk pengukuran A atau %T saja pada panjang gelombang tertentu.

Sumber Radiasi


(a) Lampu Tungsten stabil, murah, 350-1000nm


(b) Lampu halogen tungsten (quartz-iodine lamp) sama dengan lampu tungsten tetapi memiliki output lebih baik pada daerah 300-400nm


(c) Lampu Deuterium Arc mahal, masa kerja singkat, 190-400nm

Instrumentasi

Persyaratan Umum
Persyaratan umum dalam pengukuran absorbsi oleh suatu larutan ditunujukkan oleh Gambar 15.16


Gambar 15.16. Skema bagian-bagian dalam spektrofotometer

Dalam visual colorimetri, umumnya digunakan cahaya putih tiruan atau alami sebagai sumber cahaya, dan penentuan dilakukan dengan menggunakan pengamatan mata dengan instrumen yang sederhana disebut visual comparator, atau dengan menggunakan suatu rangkaian larutan acuan yang diketahui konsentrasinya. Ketika mata digantikan oleh photoelectric ( dengan begitu mengeliminasi kesalahan dalam kaitannya dengan karakteristik pengamat) dan ada alat pembaca hasil maka instrumen ini disebut colorimeter. Suatu colorimeter biasanya bekerja pada range (cakupan) panjang gelombang yang terbatas dari cahaya yang diperoleh melewatkan cahaya putih melalui saringan yang berwarna, yang memancarkan range panjang gelombang yang kecil ( sekitar 50nm). Instrumen seperti ini disebut juga filter photometer.


Gambar 15.17. Skema bagian-bagian dalam spektrofotometer

Spektrofotometer cahaya menggunakan kisaran (range) panjang gelombang yang lebih kecil (10 nm atau kurang). Tentu saja akan membutuhkan instrumen yang lebih rumit dan tentunya lebih mahal. Juga tersedia instrumen yang dapat bekerja pada daerah sinar ultraviolet dan dan infra merah.
Keuntungan utama dari metode ini adalah adanya alat sederhana untuk menentukan unsur dengan konsentrasi yang sangat rendah. Secara umum batas atas dari metode ini adalah penentuan dari adanya unsur kurang dari 1 atau 2 persen. Bagaimanapun, batas yang lebih rendah adalah mikrogram per liter


Gambar 15.18 Bagian-bagian dalam alat Spectronic 20

untuk banyak unsur. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah adalah sangat mudah diotomatiskan sedemikian hingga sampel dalam jumlah besar dapat diproses secara otomatis dalam waktu singkat.

{mosimage}Program Studi Ilmu Kimia bekerja sama dengan Program D3 Analis Kimia menyelenggarakan acara pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan tersebut diadakan mulai tanggal 7 hingga 9 Februari 2011 dan berlokasi di area kampus Terpadu UII. Pengabdian Masyarakat kali ini ditujukan bagi guru dan siswa SMK N 2 Depok dengan memberikan pelatihan analisis instrumentasi.
Mengawali kegiatan tersebut diselenggarakan acara pembukaan yang bertempat di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof, Dr. Sardjito UII.  Dalam kesempatan tersebut Prof. Dr. Hardjono Sastrohamidjojo menyampaikan sambutan selaku perwakilan dari Prodi Ilmu Kimia. Dalam sambutannya, Prof. Dr. Hardjono menyampaikan bahwa instrumentasi yang ada di UII sudah sangat lengkap dan bahkan UII juga sudah mendapatkan ISO 17025:2005. “Dengan diperolehnya ISO 17025 membuktikan hasil pengujian di UII sudah dapat diterima tidak hanya regional bahkan internasional”, menurut guru besar yang dikenal sangat ramah ini.

Setelah sambutan dari perwakilan Prodi Ilmu Kimia, kemudian dilanjutkan dengan sambutan wakil SMK N 2 Depok.  Salah satu guru yang ikut dalam pelatihan tersebut menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prodi Ilmu Kimia dan D3 Analis Kimia, karena telah bersedia memberikan bimbingan kepada guru dan siswa SMK N 2 Depok. 

Hari Pertama
setelah selesainya pembukaan acara dilanjutkan dengan sesi pertama yakni pemaparan materi tentang Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) oleh Riyanto, Ph.D.  “AAS merupakan alat yang digunakan untuk menentukan kandungan logam dalam suatu sampel”, tutur Riyanto, M.Si., Ph.D. yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Prodi Ilmu Kimia Fakultas MIPA UII.
Selesainya materi AAS yang di sampaikan Bapak Riyanto, Penyampaian materi berikutnya dilanjutkan oleh Dr. Is Fatimah, Tatang Shabur J., M.Si. dan Dwiarso Rubiyanto, M.Si. masing-masing menyampaikan materi tentang Spektrofotometer UV-Vis, Infra Red dan Kromatografi. Acara pada hari pertama tersebut berakhir pada pukul 12.30.

Hari Kedua dan Ketiga
Selasa-Rabu, 8-9 Februari 2011 tepat pukul 08.00 WIB. Pengabdian Masyarakat dilanjutkan di Laboratorium Ilmu Kimia Fakultas MIPA UII dan Laboratorium Terpadu UII, peserta yang terdiri Guru dan Siswa SMK N 2 Depok melakukan Praktek Pengujian menggunakan Instrumentasi Kimia berupa Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS), Gas Chromatografi (GC), HPLC, Infa Red Spectroscopy (IR) dan Spektrophotometer UV-Vis.
Pelatihan Pengujian Analisis menggunakan AAS diampu oleh Bapak Thorikul Huda, S.Si., M.Sc. adapun GC diampu oleh Ibu Reni Banowati Istiningrum, S.Si., Untuk HPLC diampu oleh Bapak Jamalul Lail, S.Si., sedangkan Infra Red Spektroscopy diampu Oleh Ibu Yuli Rohyami, S.Si. Asisten Instruktur untuk AAS, GC, HPLC dan IR adalah Bapak Yusuf Habibi, S.Si.
Instrumentasi lainnya yaitu Spektrofotometer UV-Vis diampu Oleh Dr. Noor Fitri, M.Si. dan yang bertindak sebagai Asisten Instruktur Spektroforometer UV-Vis adalah Bapak Cecep Sa'bana Rahmatillah, S.Si.
Semua Kegiatan dihari kedua dan Ketiga berakhir pukul 12.30 WIB.
Selamat untuk peserta semoga Ilmunya bermanfaat. Amin.

Kata Kunci: konversi, listrik, nanokristal, polusi panas
 Peneliti dari Northwestern University telah menemukan suatu material yang dapat memanfaatkan polusi panas yang dihasilkan dari mesin kalor untuk menghasilkan listrik. Para peneliti tersebut menempatkan nanokristal garam batu (stronsium tellurida, SrTe) ke dalam timbal tellurida (PbTe). Material ini telah terbukti dapat mengkonversi kalor yang dihasilkan sistem pembuangan kendaraan (knalpot), mesin-mesin dan alat-alat industri yang menghasilkan kalor, hingga cahaya matahari dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi dibanding penemuan-penemuan serupa sebelumnya.
Paduan material ini menunjukkan karakteristik termoelektrik yang cukup tinggi dan dapat mengubah 14% dari polusi kalor menjadi listrik, tanpa perlu sistem turbin maupun generator. Kimiawan, fisikawan, dan ilmuwan material dari Northwestern University berkolaborasi untuk mengembangkan material dengan kemampuan luar biasa ini. Hasil studi mereka telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Chemistry.

“Hal ini telah diketahui selama 100 tahun belakangan, bahwa semikonduktor memiliki karakteristik dapat mengubah panas menjadi listrik secara langsung,” jelas Mercouri Kanatzidis, seorang Professor Kimia di The Weinberg College of Arts and Sciences. “Untuk membuat proses ini menjadi suatu proses yang efisien, yang dibutuhkan hanyalah material yang tepat. Dan kami telah menemukan resep atau sistem untuk membuat material dengan karakter tersebut.”
Mercouri Kanatzidis, co-author dari studi ini bersama dengan tim risetnya mendispersikan nanokristal garam batu stronsium tellurida, SrTe ke dalam material timbal (II) tellurida, PbTe. Percobaan sebelumnya pada penyertaan material berskala nano ke dalam material bulk telah meningkatkan efisiensi konversi kalor menjadi energi listrik dari material timbal (II) tellurida. Tetapi penyertaan material nano ke dalamnya juga meningkatkan jumlah penyebaran elektron, sehingga secara keseluruhan konduktivitas material ini berkurang. Pada studi ini, tim riset dari Northwestern menawarkan suatu model penggunaan material nano pada timbal (II) tellurida untuk menekan penyebaran elektron dan meningkatkan persentase konversi kalor menjadi energi listrik dari material ini.
“Kami dapat menggunakan material ini dengan menghubungkannya dengan peralatan yang cukup murah dengan beberapa kabel listrik dan dapat langsung digunakan, misalnya untuk menyalakan bola lampu,” terang Vinayak Dravid, Professor Ilmu Material dan Teknik di Northwestern’s McCormick School of Engineering and Applied Science dan juga merupakan co-author dari publikasi ilmiah ini. “Perangkat ini dapat membuat bola lampu menjadi lebih efisien dengan memanfaatkan polusi kalor yang dihasilkan dan mengubahnya menjadi energi yang lebih berguna seperti energi listrik, dengan persentase konversinya sekitar 10 hingga 15 persen.
Industri otomotif, kimia, batu bata, kaca, maupun jenis industri lainnya yang banyak membuang panas dalam proses produksinya dapat membuat sistem produksinya lebih efisien dengan menggunakan terobosan ilmiah ini dan dapat menuai keuntungan lebih, kata Kanatzidis yang juga mengadakan perjanjian kerjasama dengan Argonne National Laboratory.
“Krisis energi dan lingkungan adalah dua alasan utama ditemukannya terobosan ilmiah ini, tetapi ini tentu hanyalah permulaan,” kata Dravid. “Tipe struktur material seperti ini dapat saja menimbulkan dampak lain bagi komunitas sains yang tidak kami duga sebelumnya, mungkin saja di bidang mekanik seperti untuk menguatkan dan meningkatkan kinerja sistem mesin. Saya berharap, bidang lainnya dapat mengaplikasikan terobosan ilmiah ini dan menggunakannya untuk kebaikan.”

Sumber:

Northwestern University. “Breakthrough in converting heat waste to electricity: Automotive, chemical, brick and glass industries could benefit from discovery.” ScienceDaily 18 January 2011. 19 January 2011 <http://www.sciencedaily.com­ /releases/2011/01/110118143228.htm>.

Sumber gambar: http://www.sciencedaily.com/images/2011/01/110118143228.jpg

Kata Kunci: lingkungan akuatik, organik, siklus merkuri
 Alam memiliki suatu hubungan reaksi yang sulit dijelaskan dengan merkuri atau raksa. Tetapi para peneliti dari Department of Energy’s Oak Ridge National Laboratory telah berhasil membuat suatu penemuan yang dapat menjelaskan hubungan yang aneh ini.
Ketika para ilmuwan telah mengetahui bahwa beberapa mikroba di lingkungan perairan dapat menghasilkan metilmerkuri, suatu bentuk senyawa organomerkuri yang lebih beracun dibanding merkuri itu sendiri yang terakumulasi dalam tubuh ikan, mereka juga mengetahui bahwa alam dan beberapa spesies bakteri lainnya dapat mengubah metilmerkuri ke dalam bentuk yang kurang toksik. Hal yang kurang mereka pahami sepenuhnya adalah bahwa mekanisme transformasi ini terjadi pada keadaan lingkungan yang anoksik atau kurang oksigen.
“Hingga saat ini, reaksi antara merkuri murni dengan material organik terlarut telah dipelajari dalam kondisi lingkungan anoksik,” kata Baohua Gu dari Environmental Sciences Division Department of Energy’s Oak Ridge National Laboratory.

Pada sebuah jurnal yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences, sebuah tim riset yang dipimpin oleh Gu melaporkan bahwa senyawa yang dilepaskan oleh material organik akuatik telah mempengaruhi terjadinya siklus merkuri di lingkungan perairan tersebut. Konsentrasi yang rendah dari senyawa ini dapat mengurangi merkuri, tetapi seiring dengan bertambahnya konsentrasi senyawa tersebut reaksi yang terjadi semakin terhambat. Dari fakta ini didapat suatu kesimpulan bahwa senyawa yang dihasilkan dari reaksi tersebut bertindak sebagai inhibitor bagi reaksi selanjutnya. Para peneliti ini melakukan eksperimen mereka dengan menyesuaikan kondisi eksperimen dengan kondisi sesungguhnya di alam.
“Studi ini mendemonstrasikan bahwa pada sedimen dan lingkungan air yang anoksik, materi organik tidak hanya mampu untuk mengurangi merkuri, tetapi juga dapat mengikat merkuri,” kata Liyuan Liang, co-author jurnal ini. “Pengikatan ini juga menyebabkan merkuri kurang tersedia bagi mikroorganisme untuk membentuk metilmerkuri.”
Para penulis juga menginformasikan bahwa dalam jurnal ini ditawarkan suatu mekanisme yang dapat membantu menjelaskan interaksi antara material organik dengan merkuri di dalam lingkungan akuatik yang terlihat cukup kontradiktif.
Gu dan Liang berharap pengetahuan terbaru ini dapat memainkan peranan penting dalam membantu untuk memahami terjadinya siklus merkuri di lingkungan akuatik dan sedimen serta dapat membantu menginformasikan pengambilan kebijakan berkaitan dengan penanganan pencemaran merkuri di berbagai negara.
“Tujuan jangka panjang kami adalah untuk memahami mekanisme pengontrolan metilmerkuri di lingkungan,” kata Liang. “Pemahaman ini dapat menuntun kita kepada cara untuk mengurangi tingkat keracunan merkuri pada tubuh ikan karena ini merupakan permasalahan global yang cukup signifikan dampaknya.”
Merkuri tersebar di banyak tempat di dunia yang utamanya diakibatkan oleh pembakaran batubara, proses industri, dan kejadian alam seperti erupsi gunung berapi. Berbagai macam bentuk merkuri ditemukan dalam sedimen dan perairan.
Penelitian semacam ini diuntungkan oleh kecanggihan laboratorium geokimia dan mikrobiologi, pemodelan komputasional dan simulasi, sumber neutron berkelas dunia, serta sistem komputer yang berperforma tinggi yang dimiliki oleh Oak Ridge National Laboratory.

Sumber:

DOE/Oak Ridge National Laboratory. “Natural dissolved organic matter plays dual role in cycling of mercury.” ScienceDaily 13 January 2011. 20 January 2011 <http://www.sciencedaily.com­ /releases/2011/01/110112160958.htm>.
Sumber gambar: http://www.sciencedaily.com/images/2011/01/110112160958-large.jpg

 Satu lagi prestasi yang diraih oleh prodi Ilmu Kimia yaitu merai juara ketiga terproduktif dalam Kinerja Bidang Karya Ilmiyah Se-UII. Tentunya keberhasilan ini berkat keaktifan semua dewan dosen di Prodi Ilmu Kimia untuk terus berkarya, baik itu dalam bidang penelitian maupun Pengabdian masyarakat.

Hal ini dilakukan oleh UII sesuai dengan tema renstra periode 2010-2014 yaitu penguatan tata kelola kualitas akademik dan keunggulan berbasis nilai-nilai keislaman menuju Word class University, peningkatan kualitas bidang karya ilmiah menjadi salah satu fokus utama yang harus dicapai. Berbagai capaian  tersebut tentunya harus senantiasa dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan agar UII dapat menjadi Perguruan Tinggi Swasta yang diperhitungkan di kancah nasional maupun global.
Dalam rangka mengapresiasi capaian kinerja Bidang Karya Ilmiah program studi di lingkungan UII, Rektorat UII  telah menyelenggarakan Hibah peningkatan kinerja bidang karya ilmiah masing-masing program studinya. Dari penilaian yang telah dilakukan program studi yang memperoleh nilai capaian kinerja tertinggi di bidang penelitian dan pengabdian masyarakat berhak memperoleh insentif pembinaan. Adapun kelima Program studi tersebut yakni Program Studi Statistika, Teknik Elektro, Ilmu Kimia, Teknik Informatika serta Ilmu Ekonomi.

Sabtu, 22 Januari 2011, bertempat di Ruang Sidang 2 lt 3 Kompleks Gedung Laboratorium Terpadu Fakultas MIPA UII, Prodi Ilmu Kimia Mengadakan Lokakarya Mata Kuliah Praktikum yang akan dilaksanakan pada Kurikulum baru tahun 2011. Lokakarya ini membahas terkait kesiapan buku panduan praktikum. sebanyak 12 mata kuliah praktikum di lokakaryakan pada even tersebut. Hadir dalam kesempatan tersebut Bapak Prof. Hardjono (UII), Ibu Prof. Endang (UGM) dan ibu Dr Indriati Kartini (UGM) sebagai revieuwer.
Prof. Hardjono bertindak sebagai revieuwer untuk Praktikum Kimia Organik, Kromatografi, Biokimia dan Elusidasi Struktur Senyawa Organik (ESSO). Sedangkan Prof Endang yang memang pakar dalam bidang kimia Analisis Instrumental bertindak sebagai Revieuwer untuk praktikum Kimia Analitik 1, Kimia Analitik 2, Spektroskopi 1 dan Spektroskopi 2. Adapun Ibu Dr. Indriati Kartini bertindak sebagai revieuwer untuk praktikum Fisika, Kimia Dasar, Kimia Fisika dan Kimia Anorganik.

Hadir pula dalam acara itu semua Dewan Dosen untuk masing-masing mempresentasikan Panduan Praktikum yang sudah dibuat sebelumnya.
Dalam sambutan pembukaan acara ketua Prodi Ilmu Kimia, Bapak Riyanto, M.Si., Ph.D., Beliau mengharapkan bahwa dengan kurikulum baru ini Prodi Ilmu Kimia akan lebih berhasil membentuk Alumni yang memang dibutuhkan oleh dunia kerja maupun untuk menciptakan Duni kerja. Dengan Konsentrasi baru Wirausaha Kimia dan Kimia Industri yang tercantum dalam kurikulum 2011, out put dari Prodi Ilmu Kimia UII lebih bisa berkarua baik di level nasional, regional dan juga Interbasional. Dari filosofi tersebut, konsep praktikum pada kurikulum 2011 dapat disusun sedemikian rupa agar lebih menarik dan atraktif, sehingga dapat menggambarkan kimia itu sangat dekat dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
Tepat pukul 14.30 WIB Lokakarya berakhir.

Kata Kunci: Metode Mohr, titrasi argentometri
Salah satu jenis titrasi pengendapan adalah titrasi Argentometri. Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+ (Argentum) dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida (AgX).

Konstanta kesetimbangan reaksi pengendapan untuk reaksi tersebut adalah ; Ksp AgX = [Ag+] [X-]

Gambar 7.1. Kurva titrasi Argentometri

METODE MOHR :
Prinsip :
AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.

Reaksinya:

Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.

STANDARDISASI LARUTAN AgNO3 DENGAN LARUTAN STANDARD NaCl (MENGGUNAKAN METODE MOHR).

Cara Kerja :

1. Siapkan larutan NaCl 0,1000 N sebanyak 1000 mL dengan cara melarutkan 5,80 gram NaCl p.a (telah dikeringkan dalam oven 110oC selama 1 jam) dengan aquades di dalam labu ukur 1000 ml.
2. Siapkan larutan AgNO3 0,1000 N sebanyak 500 mL dengan cara melarutkan 9,00 gram AgNO3 dengan aquades di labu ukur 500 mL.
3. Ambil 25,00 mL NaCl dengan pipet volume, tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, tambah 1,0 mL larutan K2CrO4 2% sebagai indikator.
4. Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah disiapkan sampai pertama kali terbentuk warna merah bata.
5. Percobaan diulang 3 kali
6. Hitung normalitas AgNO3 dengan persamaan :

PENENTUAN KADAR NaCl DALAM GARAM DAPUR
Tujuan :
Menetapkan kadar NaCl dalam garam dapur dengan cara menstandardisasi larutan garam dapur dengan larutan standar AgNO3 menggunakan metode Mohr (Garam dapur telah dikeringkan didalam oven selama 1 jam dengan suhu 1100C)

Cara Kerja :
1. Larutkan 1,00 gram garam dapur dengan aquades di dalam labu ukur 250 mL.
2. Ambil 25,00 mL larutan garam dapur tersebut, tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, tambahkan 1,0 mL larutan K2CrO4 2% sebagai indikator.
3. Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai terbentuk warna merah bata.
4. Percobaan diulang 3 kali
5. Hitung kadar NaCl dalam garam dapur.

FP = faktor pengenceran, dalam prosedur ini 250/25

PENENTUAN KADAR KLORIDA DALAM AIR LAUT
Tujuan :
Menentukan kadar ion klorida dalam air laut dengan cara menstandardisasi larutan air laut dengan larutan standar AgNO3.

Cara Kerja :
1. Larutkan 5,00 mL sampel air laut dengan aquades ± 25 mL didalam erlenmeyer 250 mL
2. Tambahkan 1,0 mL larutan K2CrO4 2% sebagai indikator
3. Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai pertama kali terbentuk warna merah bata.
4. Percobaan diulang 3 kali
5. Hitung molaritas (M) ion khlorida dalam air laut.

Kata Kunci: asam klorida, tembikar
 Seorang profesor yang tidak dikenal, yang sedang mempelajari organisme yang menempel, bersedia menjawab pertanyaan di atas.
Oleh karena barang tembikar dibuat dari pembakaran tanah liat dalam oven, saya kira asam klorida tidak dapat merusak barang tembikar tersebut.
Seperti yang Anda ketahui, asam klorida disimpan dalam botol kaca. Kaca adalah silikat amorf (silika), dan komponen utama tanah liat adalah juga silika. Sebagai tambahan, zat pelapis untuk tembikar juga termasuk kaca. Oleh karenanya, jika waktu perendaman relatif singkat, saya kira ide yang bagus untuk menggunakan asam klorida encer untuk membersihkan bahan tembikar.

Lebih jauh lagi, karena kerang laut dan remis terdiri dari senyawa karbonat, maka dapat dilarutkan dalam asam klorida encer. Jika Anda menguji konsentrasi asam klorida encer dan lamanya waktu perendaman, saya pikir Anda dapat membersihkan bahan tembikar secara efektif.
Walaupun saya tidak tahu sulitnya membeli asam klorida encer, asam klorida encer tidaklah berbahaya jika Anda menanganinya dengan benar.
Mungkin ada beberapa cara lain untuk menghilangkan organisme yang menempel pada bahan tembikar, tetapi jawaban di atas adalah salah satunya.

 Bertempat di Ruang Sidang 2 Lantai 3 Kompleks Gedung Laboratorium Terpadu Fakultas MIPA UII, tepat hari Jum'at-sabtu, 25-26 Desember 2010, kepengurusan Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UII melaksanakan Musyawarah Besar (MUBES) dalam rangka proses regenerasi internal yang rutin diselengkarakan setiap dua tahun sekali.
Hadir dalam kesempatan tersebut Kaprodi Ilmu Kimia Bapak Riyanto, M.Si., Ph.D. yang sekaligus membuka acara tersebut. Selain itu juga hadir mahasiswa Program Studi Ilmu Kimia FMIPA UII dari semua angkatan mulai dari angkatan 2010 sampai angakatan paling sepuh yaitu angakatan 2007, serta hadir pula para undangan yang terdiri dari pengurus LEM fakultas, HM di lingkungan Fakultas MIPA UII.

Bapak Riyanto, dalam sambutannya berpesan pada seluruh mahasiswa Prodi Ilmu Kimia FMIPA UII, agar senantiasa meningkatkan silaturrahmi dan juga kesatuan, persatuan dan kekompakan. Beliau juga berharap HMK sekarang dapat mengulang kesuksesan HMK dulu tahun 2000-2002. dimana mahasiswa kimia dapat beraktualisasi dan berprestasi baik di lokal Fakultas MIPA, maupun di level Universitas bahkan di Nasional. Prestasi itu misalnya Mahasiswa Kimia dapat mengikuti LKTM tingkat Nasional dan meraih juara kedua pada tahun yang sama.
Di akhir acara sebelum ditutup rangkaian Mubes HMK oleh Sekretaris Prodi Ilmu Kimia, Bapak Tatang Shabur Kulianto, M.Si., peserta mubes melakukan pemilihan ketua HMK baru periode 2010-2012, terpilihlah ketua baru HMK mahasiswa Kimia angkatan 2009 bernama Nandang Kurniawan. selemat buat Mas Nandang semoga Alloh memberikan kekuatan agar dapat menjalankan amanah dengan baik.

Kata Kunci: asetil, lemak, metabolisme
 Lemak adalah sumber utama energi untuk banyak organisme seperti halnya karbohidrat, dan nutrisi lainnya. Walaupun, struktur molekulnya sangat berbeda, secara mengejutkan katabolisme lemak sama dengan nutrisi lainnya. Dengan kata lain, beraneka ragam molekul dengan berbagai molekul akhirnya memecah menjadi karbondioksida (CO2), air (H2O), dan ATP, yang merupakan aliran energi.
Katabolisme mengikuti tiga langkah umum untuk semua jenis nutrisi termasuk lemak dan karbohidrat. Langkah pertama adalah konversi molekul kecil lemak dan karbohidrat menjadi asetil koA. Berikutnya, adalah proses oksidasi asetik koA dalam siklus asam sitrat (siklus asam trikarboksilat, atau siklus TCA) menghasilkan air, karbondioksida, dan elektron, secara berkelanjutan, asetil koA mengubah bentuknya menjadi zat antara seperti sitrat dan fumarat. Pembentukan karbon dioksida pada tahap kedua dilepaskan ke luar oleh sistem respirasi 9pernafasan) dan elektron-elektron digunakan dalam langkah terakhir, yakni sistem transpor elektron, sejumlah ATP dan air dihasilkan dengan reaksi berantai.

Reaksi kimia pembentukan air secara sederhana dapat ditulis sebagai :

2H+ + 1/2 O2 + 2 e- → H2O

Kesimpulannya, tidak masalah jenis zat apapun yang dimasukkan dalam tubuh, tahap-tahap dasar yang digambarkan di atas selalu sama.
Lemak dan karbohidrat, seperti dua kereta yang berdampingan menuju satu stasiun, berubah menjadi senyawa umum, asetil koA. Namun,perbedaan antara lemak dan karbohidrat adalah pada proses pembentukan asetil koA.
Mula-mula karbohidrat mengurai menjadi glukosa atau monosakarida lainnya, kemudian berubah menjadi piruvat dan akhirnya menjadi asetil koA. Di sisi yang lain, lemak berubah menjadi asam lemak dan gliserol oleh sistem pencernaan, dan setelah itu, asetil koA dibentuk dari asam lemak melewati proses yang disebut sebagai oksidasi-β.
Karbohidrat à glukosa àpiruvat àasetil koA
Lemak à asam lemak + gliserol àasetil koA.

Hubungan Metabolisme antara Glukosa dan asam lemak. (Atas izin Dr. Marcel Blanchaer)

Kelebihan energi dalam organisme biasanya disimpan dalam sel lemak dalam bentuk triasilgliserol. Ketika energi dibutuhkan, sebagai contoh, ketika melakukan olahraga, hormon akan memicu aktivitas lipase triasilgliserol, yang merupakan enzim yang penting dalam penguraian lemak. Lemak akan memecah menjadi asam lemak dam gliserol oleh enzim, kemudian dibawa oleh serum albumin ke dalam aliran darah untuk menuju sel di mana membutuhkan bahan bakar (sumber makanan). Di tempat sel tujuan, asam lemak masuk ke dalam mitokondria dan tiga tahap dasar (oksidasi β hingga asetil koA, siklus TCA dan transfer elektron) akan diikuti untuk menghasilkan ATP.
Secara umum dikatakan bahwa 20 menit berolahraga dibutuhkan untuk membakar lemak secara efisien. Hal ini bukanlah mitos, tapi merupakan skenario yang dipahami secara ilmiah. Konsep intinya adalah enzim membutuhkan suhu yang tepat untuk bekerja secara efisien. Dalam hal ini, lipase triasilgliserol bekerja paling baik pada suhu yang didapat setelah berolahraga selama 20 menit. Kurang dari 20 menit, maka hanya asam lemak yang mengambang di aliran darah saja yang digunakan, karenanya, setidaknya 20 menit berolahraga dibutuhkan untuk membakar lemak dalam tubuh.